Masyarakat
merupakan sekelompok sumber daya manusia yang dapat dan senantiasa mempunyai
penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu. Hal itulah yang membuat
masyarakat senantiasa berusaha untuk meraih penghargaan serta meraih kehidupan
yang baik. Oleh sebab itu mengakibatkan munculnya beberapa lapisan atau
stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Setiap masyarakat
di dunia mengklasifikasikan orang-orangnya ke dalam kategori-kategori. Baik
secara resmi oleh pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya atau secara tidak
resmi yang berjalan selama dalam interaksi sosial. Hampir semua kriteria dapat
digunakan untuk mengkategorikan orang, warna dan tekstur rambut, warna mata, daya
tarik fisik, berat badan, tinggi badan, pekerjaan, pilihan jenis kelamin, usia,
kelas di sekolah, nilai ujian, dan banyak lainnya. Dua jenis utama kriteria
yang digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi karakteristik yang dinisbahkan
dan yang dicapai. Karakteristik yang dinisbahkan adalah sifat dari saat
dilahirkan (seperti warna kulit, rambut, jenis kelamin) dan karakteristik yang
dicapai adalah didapat melalui beberapa kombinasi dari pilihan, usaha, dan
kemampuan.
Dari berbagai
perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol
adalah fenomena stratifikasi (tingkatan-tingkatan) sosial. Perbedaan itu tidak
semata-mata ada, tetapi melalui proses suatu bentuk kehidupan baik berupa
gagasan, nilai, norma, aktifitas sosial, maupun benda-benda) akan ada dalam
masyarakat karena mereka menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan
berguna untuk mereka. Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada
dalam kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya
boleh jadi berbeda satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka
menempatkannya.
Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam
sosiologi yang melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan
status yang dimilikinya. Status yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat
ada yang didapat dengan suatu usaha (achievement
status) dan ada yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Stratifikasi berasal dari kata stratum yang berarti strata atau lapisan
dalam bentuk jamak.
Sosiolog
mempelajari stratifikasi sosial yang terfokus pada hubungan antara kategori
sosial orang yang menempati dan peluang hidup mereka, termasuk kesempatan untuk
tetap hidup melewati tahun pertama kehidupan, kesempatan untuk tinggal di luar
usia 75 tahun, dan kesempatan untuk mengalami peristiwa yang mungkin sekali
dengan jumlah tak terbatas di antara titik-titik tersebut.
Seseorang sosiolog terkemuka yaitu Pitirim A. Sorokin
(1957) mengatakan bahwa sistem lapisan sosial merupakan ciri tetap dan umum
dalam setiap masyarakat yang hidup teratur.
Hal ini berarti sistem lapisan akan selalu ada pada masyarakat yang ada di
suatu wilayah kemudian bersosialisasi. Perbedaan kedudukan manusia dalam
masyarakatnya secara langsung menunjuk pada perbedaan pembagian hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, tanggung jawab nilai-nilai sosial, dan perbedaan pengaruh
di antara anggota-anggota masyarakat.
Sejak manusia mengenal adanya suatu bentuk bersama di
dalam bentuk organisasi sosial, lapisan-lapisan masyarakat mulai timbul. Pada
masyarakat dengan kehidupan yang masih sederhana, pelapisan dimulai atas dasar
perbedaan gender dan usia, perbedaan antara pemimpin atau yang dianggap sebagai
pemimpin dengan yang dipimpin atau perbedaan berdasarkan kekayaan. Seorang ahli
filsafat, Aristoteles, pernah mengatakan bahwa dalam tiap-tiap negara terdapat
tiga unsur ukuran kedudukan manusia dalam masyarakat, yaitu mereka yang kaya
sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
Sedangkan pada masyarakat yang relatif kompleks dan maju tingkat kehidupannya,
maka semakin kompleks pula sistem lapisan-lapisan dalam masyarakat itu, keadaan
ini mudah untuk dimengerti karena jumlah manusia yang semakin banyak, maka
kedudukan (pembagian tugas kerja), hak-hak, kewajiban, serta tanggung jawab
sosial menjadi semakin kompleks pula.
Bila dinyatakan dalam bentuk gambar, secara sederhana
pada umumnya, sistem pelapisan sosial akan berbentuk sebagaimana bagan dibawah
ini:
1.
Apapengertiandaristratifikasi ?
2.
Bagaimanaperkembangandaristratifikasisosial ?
3.
Bagaimanaterjadinyastatifikasisosial ?
4.
Apasajasifat-sifatstratifikasisosial ?
5. Bagaimanadilemastratifikasisosialmasyarakat
?
6.
Bagaimanastratifikasisosialberdasarkanagama ?
1.
MengetahuipengertiandaristratifikasiSosial.
2.
MengetahuiperkembanganstratifikasiSosial.
3.
MengetahuiterjadinyastratifikasiSosial.
4.
Mengetahuisifat-sifatdaristratifikasiSosial.
5.
Mengetahuibagaimanadilematentangstratifikasisosialmasyarakat.
6.
Mengetahuistratifikasisosialberdasarkan
agama.
1.
Untukmemahamitentangpengertianstratifikasisosial
2.
Untukmemahamiperkembanganstratifikasisosial
3.
Untukmengetahuiapa
yang terjadidalamstratifikasisosial
4.
Untukmemahamisifat-sifat
yang terdapatdalamstratifikasisosial
5.
Untukmengetahuibagaimanadilemadalamstratifikasisosial
6.
Untukmengetahuistratifikasisosialberdasarkan
agama.
Stratifikasi
sosial berasal dari istilah social stratification yang berarti sistem
berlapis-lapis dalam masyarakat. Kata stratification berasal dari kata stratum (jamaknya: strata) yang berarti
lapisan.Stratifikasi sosial adalah perbedaan individu atau kelompok dalam
masyarakat yang menempatkan seseorang pada kelas-kelas sosial yang berbeda-beda
secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban yang berbeda-beda pula
antara individu pada suatu lapisan sosial lainnya. Stratifikasi sosial muncul
karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Sistem
stratifikasi merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat, yang diwujudkan dalam kelas tinggi, kelas sedang dan kelas
rendah. Atau dapat pula diartikan sebagai pembedaan posisi seseorang atau
kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara vertikal. Biasanya stratifikasi
didasarkan pada kedudukan yang diperoleh melalui serangkaian usaha perjuangan.
Stratifikasi
sosial merupakan konsep yang menunjukkan adanya pembedaan dan/atau
pengelompokkan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya,
dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang dan strata rendah.
Pembedaan dan/atau pengelompokkan ini didasarkan pada adanya suatu
simbol-simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai, baik berharga atau
bernilai secara sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya maupun dimensi lainnya
dalam suatu kelompok sosial (komunitas). Simbol-simbol tersebut misalnya,
kekayaan, pendidikan, jabatan, kesalehan dalam beragama, dan pekerjaan.
Dengan kata lain,
selama dalam suatu kelompok sosial (komunitas) ada sesuatu yang dianggap
berharga atau bernilai, dan dalam suatu kelompok sosial (komunitas) pasti ada
sesuatu yang dianggap berharga atau bernilai, maka selama itu pula akan ada
stratifikasi sosial dalam kelompok sosial (komunitas) tersebut. Stratifikasi
sosial juga diartikan sebagai bentuk penggolongan anggota masyarakat ke dalam
kelas-kelas yang didasarkan pada karakteristik tertentu. Menurut Max Weber,
seorang sosiolog kelahiran Jerman, stratifikasi sosial didasarkan pada dimensi
ekonomi, sosial dan politik. Maka dari itu masyarakat terbagi menjadi kelas
(secara ekonomi), kelompok status (sosial) dan partai (politik). Weber juga
menambahkan bahwa dimensi ekonomi adalah dimensi penentu bagi dimensi lainnya.
Adapun pengertian stratifikasi sosial menurut para ahli
berbeda antara satu dengan yang lainnya, sebagaimana berikut:
a.
Pitirim A. Sorokin, stratifikasi sosial adalah perbedaan
penduduk/ masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat
(hierarkis).
b.
Robert M.Z. Lawang, stratifikasi adalah penggolongan
orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam
lapisan-lapisan hierarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.
c.
P.J. Bouman, stratifikasi sosial adalah golongan manusia
dengan ditandai suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa
yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi kemasyarakatan.
d.
Soerjono Soekamto, stratifikasi sosial adalah pembedaan
posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara
vertikal.
e.
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, stratifikasi sosial
adalah sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Pada intinya, pengertian di atas menyepakati bahwasanya
pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) sebagai
bentuk pembedaan atau pengelompokkan para anggota masyarakat secara vertikal
(bertingkat).
Secara
sosiologis, jika dilacak ke belakang, konsep stratifikasi sosial memang kalah
populer dengan istilah kelas sosial, di mana istilah kelas sosial pada awalnya
menurut Ralf Dahrendorf (1986), diperkenalkan pertama kali oleh penguasa Romawi
Kuno. Pada waktu itu, istilah kelas sosial digunakan dalam konteks penggolongan
masyarakat terhadap para pembayar pajak. Ketika itu ada dua masyarakat, yaitu
masyarakat golongan kaya dan miskin.
Pada abad ke-18,
istilah kelas sosial digunakan oleh ilmuwan Eropa dalam pengertian yang
berbeda, yaitu digunakan dalam pengertian sebagai status sosial atau kedudukan.
Dengan kata lain, istilah kelas sosial dan status sosial dianggap sama. Pada
abad ke-19, istilah kelas sosial mulai digunakan dalam analisis kesenjangan sosial
yang berakar dari kondisi ekonomi suatu masyarakat. Akhirnya sejak Marx
mengajukan konsepnya tentang kelas sosial, penggunaan istilah ini dibedakan
dengan istilah status sosial.
Dalam studi-studi
sosiologi kontemporer, istilah status sosial dikaitkan dengan istilah peran (role),
di mana kedua istilah tersebut memiliki hubungan yang bersifat ko-eksistensial
(Beteille, 1977). Misalnya, jika ada status sosial tentu akan ada peran sosial,
semakin tinggi status sosial semakin banyak peran sosialnya, atau semakin
tinggi status sosial semakin sedikit peran sosialnya.Perbedaan secara tegas
antara kelas sosial dan status sosial antara lain dikemukakan Max Weber dengan
mengajukan konsep tentang kelas sosial, status sosial dan partai. Menurut
Weber, kelas sosial merupakan stratifikasi sosial yang berkaitan dengan
hubungan produksi dan penguasaan kekayaan. Sedangkan status sosial merupakan
manifestasi dari stratifikasi sosial yang berkaitan dengan prinsip yang dianut
oleh komunitas dalam mengkonsumsi kekayaannya dan/atau gaya hidupnya. Partai
merupakan perkumpulan sosial yang berorientasi menggunakan kekuasaan untuk
mempengaruhi suatu tindakan sosial tertentu.
Konsep Weber
tentang kelas sosial merupakan perluasan dari konsep Marx. Menurut Marx, kelas
sosial merupakan himpunan orang-orang yang memperagakan fungsi yang sama dalam
organisasi produksi. Kelas-kelas sosial dalam komunitas dibedakan berdasarkan
perbedaan posisinya dalam tatanan ekonomi, yaitu pembedaan posisinya dalam
penguasaan alat-alat produksi. Weber menggunakan istilah kelas sosial dalam
pengertian seperti yang digunakan Marx, dengan menambahkan dua faktor, yaitu
kemampuan individu dan situasi pasar. Menurut Weber, pertama, kelas merupakan himpunan manusia yang berada dalam situasi
yang sama; kedua, kelas bukan
merupakan sebuah komunitas.
Stratifikasi sosial juga berkembang dalam kehidupan
masyarakat Jawa. Sebagaimana sebuah penelitian yang mendalam mengenai
kehidupan sosial masyarakat Jawa, yang dilakukan oleh seorang antropolog
Amerika bernama Clifford Geertz pada tahun 1950an dan dibukukan dalam The Religion of Java. Menurut Geertz,
pembagian kelas dalam masyarakat Jawa tidak terpaku pada hierarki kemampuan
ekonomi tiap orang namun lebih kearah jenis pekerjaan, pendidikan, dan
spiritual. Kaum priyayi dianggap sebagai kaum tingkat menengah ke atas karena
mereka mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, memiliki pekerjaan dalam
pemerintahan dan memimpin upacara adat.
Menurut Geertz,
hubungan sosial antar kaum terjalin lewat peranan priyayi dalam menjembatani
kaum abangan/wong cilik yang ingin
menjadi priyayi. Budaya ngenger sebagai
contoh, membuka peluang bagi semua kaum untuk menjadi priyayi. Sehingga dengan
kata lain orang dengan kelas yang lebih rendah dapat berelasi dengan kaum
priyayi.
Sartono Kartodirjo
menyebutkan priyayi sebagai agen perubahan dengan membawa nilai-nilai baru ke
dalam masyarakat dan juga sebagai pelestari seni budaya Jawa. Kaum priyayi
adalah orang-orang yang lebih banyak bersentuhan dengan pendidikan. Mereka pun
menyadari pentingnya belajar lebih banyak dari bangsa Eropa sehingga mereka
akhirnya turut serta membawa kemajuan ke dalam masyarakat.Peranan dalam hal
penjagaan etika ditelaah oleh Franz-Magnis Suseno dalam bukunya “Etika Jawa.”
Masyarakat Jawa selalu ingin mempertahankan kerukunan dan keharmonisan baik
dalam keluarga maupun masyarakat. Sehingga mereka dalam bertindak selalu
menaatietika yang berlaku. Hal lain seperti peranan sebagai pemimpin dalam hal
spiritual dan mistis. Diutarakan oleh Geertz, masyarakat Jawa mempercayai bahwa
kaum priyayi, khususnya priyayi luhur seperti Bupati, mempunyai kekuatan mistik
yang diturunkan pada kaum di bawahnya.
Ada dua hal
yang menyebabkan terjadinya stratifikasi, yaitu: pertama; terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat. Sebagai
contoh karena kepandaian, senior, tingkat umur, harta, dan lain-lain, kedua;
terjadi dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Contoh:
Sistem kepangkatan PNS, ABRI, feodal dan lain-lain. Selain itu,
adanya perbedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian
dari sistem sosial setiap masyarakat. Untuk meneliti terjadinya proses lapisan
dalam masyarakat, pokok-pokoknya adalah :
a. Sistem lapisan; berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat.
Sistem demikian hanya mempunyai arti khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu
yang menjadi objek penyelidikan. Sistem lapisan dapat dianalisis dalam
arti-arti sebagai berikut: Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti
misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju kejahatan).
b. Sistem pertanggaan yang diciptakan oleh para warga
masyarakat (prestise dan penghargaan).
Kriteria sistem pertanggaan dapat berdasarkan:
-
Kualitas
pribadi, keanggotaan kelompok kekerabatan tertentu, milik, wewenang atau
kekuasaan.
-
Lambang-lambang
kedudukan, seperti tingkah-laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan
pada suatu organisasi, dsb.
-
Mudah
sukarnya bertukar kedudukan.
-
Solidaritas
di antara individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang
sama dalam sistem sosial masyarakat.
-
Pola-pola
interaksi (struktur klik, keanggotaan organisasi, perkawinan dan sebagainya).
-
Kesamaan
atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap dan nilai-nilai.
-
Aktivitas
sebagai organ kolektif.
Adapun
unsur-unsur stratifikasi sosial yaitu, adanya kedudukan (status), yaitu
kedudukan sebagai tempat posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, adanya
peranan (role), yaitu peranan merupakan aspek yang dinamis dari
kedudukan. Sedangkan dasar-dasar yang menumbuhkan stratifikasi sosial adalah
uang, harta, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.
Stratifikasi
sosial memiliki kedudukan yang bermacam-macam, sebagaimana halnya berikut ini:
Pertama;Ascribed
status, yaitu
kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan
rohaniah dan kemampuan. Contoh: kedudukan berdasarkan kasta/feodalis. Pada
umumnya, ascribe status dijumpai pada
masyarakat-masyarakat dengan sistem pelapisan yang tertutup, atau masyarakat di
mana sistem pelapisannya tergantung pada perbedaan rasial. Namun demikian, ascribe status juga ditemukan pada
bentuk-bentuk masyarakat dengan sistem pelapisan yang terbuka, misalnya
kedudukan laki-laki dalam satu keluarga, kedudukannya berbeda dengan kedudukan
istri atau anak-anaknya. Ascribe
status disini walaupun tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi pada
umumnya sang ayah atau suami adalah kepala keluarga. Untuk menjadi kepala keluarga
tersebut, laki-laki tidak perlu mempunyai darah bangsawan atau kasta tertentu,
sosok seorang ayah tetap saja sebagai kepala rumah tangga.
Kedua;Acchieved
status, yaitu
kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan sengaja. Contoh: pendidikan. Kedudukan
ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi
siapa saja tergantung dari kemampuannya masing-masing dalam mengejar serta
mencapai tujuan-tujuannya. Seseorang yang ingin menjadi pemain bulu tangkis
yang handal, tentunya harus berlatih bulu tangkis dengan tekun, seseorang yang
ingin menjadi dokter, tentunya harus belajar kedokteran. Kecenderungan
tercapainya achieved status ini
biasanya ditemukan dalam bentuk-bentuk masyarakat dengan sistem pelapisan yang
terbuka, hal ini bisa terjadi karena nilai-nilai dalam masyarakat memungkinkan
untuk berlakunya tindakan-tindakan seperti itu. Anak seorang Rudy Hartono belum
tentu akan menjadi pemain bulu tangkis yang handal, walaupun kalau hanya untuk
sekedar menjadi juara RT mungkin bisa, sedangkan orang tua Rudi Hartono mungkin
seorang pebulu tangkis tetapi prestasinya tidak sehebat anaknya.
Ketiga;
Assigned status, yaitu
kedudukan yang diberikan kepada tokoh masyarakat/orang yang berjasa. Kedudukan
ini diartikan bahwa suatu kelompok, golongan, atau masyarakat
memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang dianggap berjasa,
yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Akan tetapi kadang-kadang kedudukan tersebut diberikan karena
seseorang telah lama menduduki suatu jabatan tertentu, seperti di pedesaan ada
istilah ‘lurah hormat’ adalah satu gelar yang diberikan kepada seorang mantan
pemuka desa yang dianggap sangat berjasa atas kemajuan desanya. Kedudukan yang
diberikan ini diwujudkan dalam bentuk penghormatan gelar tertentu seperti ‘datuk’
pada masyarakat Sumatera Barat, ‘sir’ pada masyarakat Inggris, atau ‘andi’
pada masyarakat Makassar. Individu-individu yang mendapatkan kedudukan ini
tidak dibebankan atas kewajiban-kewajiban menurut kedudukannya, namun mereka
sedikitnya mendapakan fasilitas-fasilitas khusus yang tidak diberikan pada
orang kebanyakan, di samping itu kedudukan ini tidak terbatas diberikan kepada
anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan, tetapi bisa juga kepada orang
luar masyarakat tersebut.
Sebagai
ilustrasi stratifikasi pada masyarakat Bali yang memiliki ciri dan kekhasan
sebagai berikut: a). Menurut garis keturunan laki-laki dapat kita lihat pada
gelar nama yang dipakai, b). Kasta Brahmana Ida Bagus, c). Kasta Satria
Tjokorda, Dewa Ngahan, d). Kasta Vesia Bagus, Ida Gusti, Gusti, e). Kasta Sudra
Pande, Keban, Pasek.
Stratifikasi
sosial memiliki dua sifat, yaitu bersifat tertutup dan bersifat terbuka.
Pertama;
Bersifat Tertutup. Yaitu membatasi
kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik
gerak ke atas maupun gerak ke bawah, bila akan menjadi anggota biasanya
berdasarkan kelahiran (contoh: kasta dalam agama hindu, dalam tradisi jawa ada kalangan
ningrat yang berdarah biru dan rakyat jelata, sistem feodal, sistem rasial).
Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi
keturunan ningrat/bangsawan darah biru.
Kedua; Bersifat
Terbuka.Yaitu setiap
anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri
untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung untuk jatuh dari
lapisan atas ke lapisan bawahnya. Stratifikasi sosial terbuka ini merupakan
sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah
dari satu strata/tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain. Misalnya seperti
tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang
tadinya miskin dan bodoh dapat merubah penampilan serta strata sosialnya
menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi
lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan
sehingga mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran/penghasilan yang
tinggi.
Adanya lapisan masyarakat dapat terbentuk dengan
sendirinya ataupun dengan sebuah proses. Apabila dengan sebuah proses, biasanya
proses tersebut ditentukan beberapa faktor antara lain: kepandaian, usia,
sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas tertentu. Serta ada beberapa
alasan yang dipakai oleh beberapa daerah.
Perpindahan lapisan atau startifikasi sosial disebabkan
mobilitas sosial. Mobilitas berarti gerak yang menghasilkan perpindahan tempat,
misalnya melihat mobil yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Jadi
mobilitas sosial adalah perpindahan posisi dari lapisan yang satu ke lapisan
yang lain, atau dari dimensi satu ke dimensi yang lainnya.
Berkaitan dengan mobilitas ini, maka memunculkan
stratifikasi sosial yang memiliki dua sifat sebagaimana di atas, yaitu
stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup. Pada stratifikasi terbuka
kemungkinan terjadinya mobilitas sosial cukup besar, sedangkan pada
stratifikasi tertutup kemungkinan terjadinya mobilitas sosial sangat kecil.
Stratifikasi sosial terbuka umumnya sering dirasakan pada saat ini, namun
stratifikasi sosial tertutup sudah jarang terjadi di kondisi masyarakat saat
ini. Dan untuk itulah kita akan mencoba menjelaskan kembali tentang
stratifikasi sosial yang tertutup yang mungkin saja masih ada di kehidupan
masyarakat saat ini.
Pada dasarnya,
skema klasifikasi memiliki pengaruh besar pada kesempatan hidup. Beberapa
bentuk stratifikasi sosial mempengaruhi kesempatan hidup lebih kuat daripada
yang lain. Sistem kasta seperti apartheid
memiliki efek yang sudah diputuskan, karena mereka memastikan bahwa kesempatan
hidup ditentukan oleh karakteristik di luar orang-orang yang tidak memiliki
kendali. Sistem kelas meskipun bukan model kesetaraan, tetapi menjadikan
masyarakat bertingkat- tingkat pada basis usaha individu. Kelas dan sistem
kasta dapat dianggap sebagai dua ekstrem di sebuah kontinum. Masyarakat Afrika
Selatan sebagian besar saat ini masih menganut sistem kasta, karena dalam
negara itu kesempatan hidup masyarakat dan akses ke sumber daya yang langka dan
bernilai adalah jelas terhubung ke ras.
Amerika Serikat
mewakili sistem kelas murni, walaupun bukti-bukti menyatakan fakta yang
sebaliknya. Pada saat yang sama, Amerika classlike
dalam arti bahwa setiap penduduk berisi orang-orang dari berbagai etnis, ras,
usia dan jenis kelamin jelas terkonsentrasi dalam pekerjaan berstatus rendah.
Simbol yang paling membangkitkan minat dan bermasalah dari sistem stratifikasi
pada umumnya berkaitan dengan kriteria yang digunakan untuk orang berkedudukan
(berpangkat), terutama ketika muncul karakteristik yang dinisbahkan dianggap
sebagai faktor yang penting. Sistem tingkat sosial dapat ada di mana
orang-orang yang termasuk pada salah satu kategori dari karakteristik yang
muncul (seperti kulit putih atau mata biru) diperlakukan lebih berharga atau
layak daripada orang-orang yang termasuk pada kategori lainnya. Jane Elliot,
guru kelas ketiga yang memisahkan siswanya dengan warna mata dan
menganugerahkan mereka sesuai dengan itu, memberikan satu jawaban: “ini
bukanlah sesuatu yang dapat saya lakukan sendiri.”
Maksud dari
Elliot adalah bahwa percobaan bisa tidak bekerja tanpa kerjasama dari
orang-orang di atas. Pengamatan beliau menyarankan bahwa orang-orang bekerja
sama untuk mempertahankan sistem-sistem dari stratifikasi. Sebab mengapa
orang-orang pada level atas bekerja sama untuk mempertahankan sistem
stratifikasi adalah bahwa mereka mendapat keuntungan dari sistem stratifikasi
dan cara di mana imbalan yang di distribusikan. Pada kelas tingkat ketiga,
anak-anak bermata biru diuntungkan dari sistem bahwa hadiah yang didistribusi
berdasarkan warna mata. Di Afrika Selatan, golongan kulit putih secara jelas
diuntungkan dari sistem bahwa anugerah diberikan kepada seseorang berdasarkan
ras.
Dibandingkan
dengan Afrika Selatan, hal ini lebih sulit untuk melihat kesenjangan yang ada
di Amerika Serikat. Kesulitan ini muncul karena adanya kepercayaan bahwa
Amerika Serikat adalah model dari kesempatan yang sama untuk tiga alasan: (1)
Ditemukannya contoh orang-orang dari semua ras, etnis, jenis kelamin dan
kelompok umur yang mencapai penghargaan; (2) tidak adanya undang-undang yang
jelas untuk mengatur karakteristik yang dinisbahkan dan kesempatan-kesempatan
hidup; dan (3) adanya kepercayaan bahwa setiap orang dapat mengatasi
lingkungannya melalui kerja keras.
Kasus
Afrika Selatan mengingatkan, betapa sulitnya orang-orang mengakui dan
memberikan hak-hak mereka dan memasukkan mereka ke dalam praktek dari peringkat
dan sistem penghargaan baru. “Hak istimewa sering tidak terlihat pada mereka
yang menikmati itu, karena bagi mereka itu hanya pernyataan yang normal”.
Proses tidak akan selesai sampai semua Afrika Selatan yang diuntungkan dari apartheid dan dihadapkan dengan realitas
masa lalu, menerima kebenaran yang tidak nyaman dari keterlibatan, memberi
ekspresi praktis untuk penyesalan dan komitmen untuk suatu cara hidup yang
menerima dan menawarkan martabat kemanusiaan. Pengakhiran ini jelas berantakan
dan menyakitkan, tetapi mutlak diperlukan.
Perspektif
Sosiologi sangat berharga karena memungkinkan untuk melihat bagaimana sosialnya
sistem stratifikasi berhubungan dengan kesempatan hidup. Ketika telah diketahui
apa yang terjadi, maka kewajiban kita untuk bekerja untuk merubah banyak hal.
Dalam kasus Afrika Selatan, terjadi banyak tekanan, baik dari luar (dalam
bentuk sanksi ekonomi dan budaya isolasi), maupun dari dalam (dalam bentuk
demonstrasi massa, pemogokan dan pertumpahan darah) untuk mendorong orang
Afrika Selatan golongan kulit putih untuk mengambil langkah pertama menuju
pembongkaran apartheid dan
menciptakan demokrasi multi ras.
Keberhasilan
upaya Afrika Selatan untuk menghilangkan apartheid
akan bergantung pada apakah ini akan dapat mengakhiri peninggalan dari
kebijakan ini, kesenjangan sosial dan ekonomi yang mendalam. Banyak golongan
putih, bagaimanapun juga, mereka lupa bahwa keuntungan mereka di luar populasi
orang bukan kulit putih terhubung karena adanya apartheid (Mandela 1997).
Ketika sosiolog
mempelajari agama, mereka tidak belajar apakah Tuhan atau beberapa kekuatan
supranatural lain ada, apakah keyakinan agama tertentu berlaku, atau satu agama
lebih baik daripada yang lain. Sebaliknya, mereka fokus pada aspek-aspek sosial
dari agama, seperti ciri-ciri yang umum bagi semua agama, cara di mana
orang-orang menggunakan agama untuk membenarkan hampir semua jenis aksi, fungsi
dan disfungsi agama, konflik dalam dan di antara kelompok-kelompok keagamaan,
cara di mana agama terjalin dengan sosial, ekonomi dan isu-isu politik.
Ide-ide Durkheim
memungkinkan kita untuk mempertimbangkan apakah fungsi agama melayani individu
dan kelompok. Durkheim melihat agama sebagai sesuatu yang kaya dan tampaknya
tak berakhir padaberbagai tanggapan-tanggapan ke masalah-masalah keberadaan
manusia. Orang memeluk agama dalam menghadapi ketidakpastian untuk mengatasi
kemalangan dan ketidakadilan, ketika mereka memiliki emosional investasi besar
dalam mengamankan hasil yang sukses, dan dalam upaya untuk menemukan jawaban
untuk pertanyaan tentang arti hidup dan mati.
Selain itu, agama
berkontribusi kepada kelompok persatuan dan solidaritas. Setiap kali anggota
grup memiliki keyakinan yang kuat (tidak peduli apa jenis grup dan tidak peduli
apa keyakinannya), keyakinan hampir selalu mengambil karakter agama. Religius
dan afiliasi menjadi cara untuk menegaskan keyakinan dan memobilisasi anggota
grup untuk memegang teguh keyakinan mereka, terutama jika mereka terancam.
Agama kemudian dapat menyatukan sebuah komunitas penyembah begitu kuat bahwa
mereka akan bersedia untuk membinasakan orang-orang yang tidak berbagi
pandangan mereka. Pendirian bahwa agama dipanggil untuk mensahkan mungkin
apakah terhormat atau tidak berprinsip.
Karl Marx
prihatin tentang tindakan penindasan kepada agama, pemaksaan dan kualitas
pemerasan. Dia percaya bahwa doktrin agama dapat digunakan untuk mengalihkan
perhatian orang-orang dari politik yang tidak adil dan pengaturan ekonomi dan
bahwa mereka merasionalisasi dan membela kepentingan politik dan ekonomi
golongan yang berkuasa. Sebagai contoh, mereka yang berada dalam kekuasaan
politik dapat menggunakan agama untuk menyatukan masyarakat dalam perang
melawan masyarakat lain atau untuk mendominasi dalam beberapa cara lainnya.
Marx, bagaimanapun mengabaikan kemungkinan bahwa yang tertindas mungkin
menggunakan agama sebagai kendaraan untuk memprotes atau untuk memperbaiki
ketidakadilan sosial dan ekonomi yang ada.
Dengan
menguraikan peran bahwa kepercayaan agama yang dimainkan dalam asal usul dan
perkembangan kapitalisme modern, Max Weber memperingatkan kita cara lain di
mana agama mempengaruhi kehidupan ekonomi. Pada saat yang sama, Weber
berpendapat bahwa setelah didirikan, kapitalisme akan menghasilkan nilai logika
yang rasional sendiri, yang pada gilirannya akan membuat agama kurang relevan
untuk kegiatan ekonomi. Pada kenyataannya, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang menyertai kapitalisme modern menyebabkan masyarakat untuk
menerapkan pendidikan kepada hal-hal duniawi. Ironisnya, paksaan yang sama yang
mendukung proses-proses sekularisasi dan juga mendukung bangkitnya
fundamentalisme.
Banyak pengguna
agama yang berubah, menunjukkan bahwa beraneka segi dan fenomena yang kompleks
ini tidak dapat dibahas dalam isolasi. Untuk memahami situasi di Afghanistan
misalnya, kita harus memahami konteks sosial, ekonomi dan politik yang lebih
luas. Penekanan pada konteks yang lebih besar memaksa kita untuk memusatkan
perhatian pada pertanyaan-pertanyaan yang lebih besar yang diajukan dalam bab ini.
Apakah versi hukum Islam Taliban secara konsisten dapat disamakan dengan
“Prinsip-prinsip Islam”?. Bagaimana Taliban naik ke kekuasaan di Afghanistan?.
Bagaimana jaringan Al-Qaida datang untuk dihubungkan dengan Afghanistan?.
Mengapa afiliasi keagamaan Taliban dan anggota Al-Qaida menerima perhatian
lebih daripada faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang menyetir
kebijakan dan tindakan mereka?. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini
memberitahu kita bahwa afiliasi keagamaan menjelaskan sedikit tentang penyebab
di balik teroris atau perang melawan terorisme. Sebaliknya, sosial, ekonomi,
dan keadaan politik yang menyebabkan orang untuk menggambar di atas agama untuk
membenarkan tanggapan yang lebih jauh membuka pikiran.
Pada dasarnya,
agama dan stratifikasi sosial merupakan dua hal yang berbeda, namun tidak
dipungkiri bahwa dalam kehidupan beragama terdapat bukti-bukti adanya
stratifikasi yang terjadi dalam masyarakat beragama tersebut.
Pertama;
Dalam kehidupan beragama Kristen. Pada masa kegelapan terjadi dominasi gereja yang sangat kuat di mana
gereja berkuasa atas apapun dengan mengatasnamakan kekuatan Tuhan. Pada
akhirnya, semua warga tunduk sampai pada suatu kasus di mana ada yang menentang
kebijakan gereja ini, yaitu penentuan bahwa bumi yang mengitari matahari atau
matahari yang mengitari bumi. Seorang pemikir bernama Galileo yang menentang
pendapat itu dibakar hidup-hidup.
Kedua; Sistem
Kasta Pada Masyarakat Hindu. Sistem ini
yang paling terkenal dan paling kaku sehingga jika seseorang itu sudah berada
pada kasta bawah sangat sulit atau bahkan tidak mungkin baginya untuk naik
kasta. Adapun susunan kastanya adalah: Ksatria (raja-raja), Brahmana
(agamawan), Waisya (Pedagang), Sudra (Pekerja kotor/Buruh). Wells menyebut
Kasta-Kasta ini dengan berkata “setelah kedatangan bangsa Arya masyarakat hindu
telah terbagi ke dalam kasta-kasta yang satu sama lain tidak saling mewakili,
tidak berkeberatan, dan tidak bergaul dengan bebas.”
Ketiga; Stratifikasi pada Masyarakat Islam. Islam tidak mengenal stratifikasi sosial seperti
dikatakan dalam alquran “bahwa setiap manusia dihadapanKu sama dan yang
membedakannya adalah kadarketaqwaannya saja”. Namun, dalam kehidupan
masyarakat Islam ditemukan juga pelapisan-pelapisan sosial. Dalam stratifikasi
sosial masyarakat muslim Jawa, terdapat sebuah model stratifikasi yang sangat
populer, yakni model trikotomik cetusan Clifford Geertz. Model trikotomik
Geertz menggolongkan masyarakat Mojokunto, Kediri yaitu santri,
abangan
dan priyayi.
Dalam hal ini,
kita menganggap jenis tertentu dari perubahan sosial-globalisasi. Dalam arti
yang paling mendasar, globalisasi adalah aliran pelintas perbatasan semakin
meningkat dari barang, jasa, uang, orang, informasi, dan budaya. Tentu saja,
globalisasi merupakan fenomena yang lebih kompleks yang disarankan definisi
ini. Ketika sosiolog belajar globalisasi atau jenis lain perubahan sosial,
mereka meminta setidaknya dua pertanyaan kunci: faktor-faktor apa yang
menyebabkan perubahan itu, dan apa konsekuensi perubahan bagi kehidupan sosial?
Kami biasanya tidak dapat menentukan faktor tunggal sebagai sumber perubahan
yang diidentifikasi. Sosiolog telah mengidentifikasi setidaknya empat agen
utama perubahan: inovasi, konflik, mencari keuntungan, dan gerakan sosial.
Inovasi adalah
pembaharuan atau penemuan sesuatu yang baru adalah sebuah ide, proses, praktek,
perangkat, atau alat. Inovasi dapat diklasifikasikan luas di salah satu dari
dua kategori dasar atau meningkatkan. Keadaan saling bergantung secara global
telah difasilitasi oleh sejumlah besar dari inovasi-inovasi dasar dan
peningkatan. Kami menganggap tiga: mesin pemisah biji kapas, pesawat jet, dan
internet.
Inovasi bukan
hanya barang mentah, mereka dapat terdiri dari ide-ide revolusioner juga.
Ide-ide revolusioner mengambil langkah ketika cukup banyak orang meninggalkan
paradigma lama dan mengubah sifat dari penelitian mereka atau berpikir untuk
mendukung paradigma baru. Paradigma baru
menyebabkan perubahan untuk melihat dunia dalam cahaya yang sama sekali baru
dan bertanya-tanya bagaimana mereka sebisa mungkin telah mengambil paradigma
lama secara serius. Ketika
paradigma-paradigma berubah, dunia itu sendiri berubah dengan mereka.
Pemicu besar
kedua (dan konsekuensi) dari perubahan adalah konflik. Bentuk-bentuk ekstrem
dari konflik seperti perang telah menghasilkan kemajuan dalam teknologi medis
dalam menyelamatkan nyawa seperti sistem pengumpulan dan pengawetan plasma
darah dan produksi massal obat-obatan seperti penisilin untuk mengobati luka
infeksi (Colihan and Joy 1984). Internet
adalah contoh lain dari sebuah teknologi yang asal usulnya berakar dalam
perang.
Sistem kapitalis
mewakili perubahan pengantar ketiga. Dalam sistem ekonomi ini, keuntungan
adalah ukuran paling penting dari keberhasilan. Untuk memaksimalkan keuntungan,
seorang pengusaha sukses menginvestasikan keuntungan untuk memperluas pasar
konsumen dan memperoleh teknologi yang memungkinkan produk dan jasa yang akan
di produksi dengan cara yang paling efektif. Sistem kapitalis bertindak sebagai
kendaraan perubahan karena alat-alat produksi harus merevolusi terus menerus.
Sebagai hasilnya, inovasi-inovasi penghematan tenaga kerja dan pasar berkembang
seperti mesin pemisah biji kapas dan transportasi yang efisien dan teknologi
komunikasi datang menjadi ada. Pada gilirannya, inovasi ini berfungsi untuk
meningkatkan aliran barang, manusia, informasi dan pelayanan melewati
perbatasan-perbatasan nasional.
Pemicu akhir (dan
menanggapi kepada) perubahan sosial yang berkaitan dengan gerakan-gerakan
sosial. Sebuah gerakan sosial yang terbentuk ketika sejumlah besar orang
mengatur untuk mengubah, menolak
perubahan, atau untuk membatalkan perubahan di beberapa wilayah masyarakat.
Berbagai jenis gerakan-gerakan sosial yang global dalam skala: Befrienders Internasional, yang
didedikasikan untuk mencegah bunuh diri, Survival
International, yang bertujuan untuk melestarikan suku-suku dan menyediakan
platform untuk perwakilan dari suku tersebut untuk berbicara dengan eksekutif
perusahaan-perusahaan yang menyerang tanah mereka; International Forum on Globalization, yang didedikasikan untuk
membalikkan proses globalisasi; La Leche Liga International, yang
menawarkan informasi dan dorongan untuk ibu-ibu yang ingin ASI bayi
mereka; Al-Qaida, gerakan revolusioner dengan tujuan melancarkan perang
degan target melawan militer, politik, dan ekonomi Amerika Serikat, dan kongres
dunia untuk keluarga, yang berusaha untuk mempromosikan dan melindungi keluarga
yang natural.